Menurut data yang disampaikan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) melalui websitenya di www.aisi.or.id, populasi sepeda motor di Indonesia saat ini sudah mencapi kurang lebih 85 juta unit dengan rata-rata pertumbuhan kurang lebih sebanyak 7-8 juta unit per tahun. Sebuah hal yang sangat luar biasa.
Namun tahukah kita bahwa dari jumlah populasi dan pertumbuhan tersebut, bahwa 95% dari jumlah tersebut dikuasai oleh 2 (dua) merek saja? Meskipun kita tahu ada beberapa merek lain yang ada di pasaran sepeda motor Indonesia seperti Suzuki, Kawazaki, dan sebagainya, namun tetap dua mereka yang pertama itulah yang paling populer.
Membayangkan bahwa kedua mereka tersebut telah menjual jutaan sepeda motor di Indonesia setiap tahunnya, pasti sangatlah besar keuntungan yang didapat dan kita tidak akan pernah menyangka sampai dengan hari-hari belakangan ini saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap adanya kartel harga sepeda motor yang dilakukan oleh kedua pemegang merek tersebut. Antara geram dan heran tentunya.
Sebenarnya bau-bau kartel harga sudah tercium sejak lama, penulis sendiri pernah mendapat informasi bahwa ketiga harga motor honda supra sudah mencapai angka 15juta rupiah per unit, pada kenyataannya biaya produksinya hanya sekitar 5-6 juta rupiah saja. Namun karena informasi tersebut hanya bersifat dari mulut ke mulut, tentu kita tidak bisa melakukan apapun. Nah, sekarang ini sebuah lembaga resmi yang dibentuk oleh pemerintah telah menyampaikan hal tersebut dan itu terjadi pada kasus harga motor matic 110cc-125cc yang terjadi sejak tahun 2013.
Data yang dirilis oleh AISI pada tahun 2014 dengan total penjualan sebanyak 7.771.014 sepeda motor, 5.324.992 unit atau 67,33% diantaranya adalah untuk model skutik atau motor matic. Bayangkan saja apabila ternyata benar telah terjadi kartel harga di model tersebut seperti yang diungkap oleh KPPU.
KKPU, sebagaimana diberitakan oleh detik.com menyampaikan bahwa Harga Wajar motor matic adalah sekitar 12 juta / unit namun kedua produsen tersebut menjualnya seharga 15 juta / unit. Dengan kelebihan harga sebesar 3 juta per unit dan dikalikan dengan jumlah penjualan motor matic selama tahun 2014 saja yang sebanyak 5.324.994 unit maka terdapat selisih harga sebesar Rp 15,974,982,000,000 (lima belas triliun sembilan ratus tujuh puluh empat milyar sembilan ratus delapan puluh dua juta rupiah). Belum lagi apabila konsumen melakukan pembelian secara kredit yang harganya bisa mencapai dua kali lipat dari harga dasarnya, sebuah angka yang maha besar yang efeknya sungguh luar bisa ke dalam berbagai aspek.
Jika tuduhan KPPU itu benar dan terbukti di pengadilan, lalu apa sanksi yang akan diterima oleh kedua produsen motor tersebut?
"Sanksi administrasi denda maksimal Rp25 miliar sesuai dengan
undang-undang perusahaan," kata Frans Adiatma, senior antitrust
investigator KPPU. Lalu, apakah adil jika pelanggaran yang dilakukan telah mengakibatkan kerugian sebesar hampir Rp 16 triliun sementara pelaku usahanya hanya dihukum denda sebesar Rp 25 milyar. Ketua KPPU sebagaimana dikutip detik.com menyatakan :
"Jadi saya kira denda maksimal Rp 25 miliar yang ada saat ini masih jauh
dari cukup. Perlu ditambah untuk kasus dengan kerugian yang serius,"
ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf kepada detikFinance, Jumat (22/7/2016).
Selain itu, menurut Syarkawi, dimungkinkan bagi KPPU menambah sanksi.
"Selain denda maksimal, tentu dengan kerugian masyarakat yang bisa besar kita bisa lakukan sanksi tambahan. Seperti rekomendasi pembatasan operasi, tambahan denda, itu nanti tergantung unsur pidananya," tuturnya.
Lalu bagaimana tanggapan komunitas pengguna sepeda motor yang selama ini sangat loyal terhadap kedua merek tersebut. Dikutip dari berbagai sumber berikut tanggapan mereka :
“Saya juga tidak mengerti soal persaingan
bisnis, itu urusan mereka. Tapi lebih baik, jangan mengambil untung
terlalu banyak, kan pasar motor matik laris manis di Indonesia," kata Iqbal Pratama, Wakil Ketua Vario Adventure Majalengka.
"Saya harap untuk dugaan kasus ini segera
selesai, agar tidak merugikan konsumen terus-terusan. Karena kedua merek
ini sudah lama bermain di pasar motor matik," kata Ade Nurhadi, sebagai anggota komunitas Honda Beat Depok
"Kalau benar dari harga produksi ATPM mengambil keuntungan dua kali lipat, saya mau tahu lari ke mana itu duitnya," kata Erik Mbanjar, Ketua umum, Yamaha Mio M3 Club Indonesia (YM3CI).
"Saya curiga itu bisa terjadi dari faktur sih, biasanya kalau Mio itu Rp 8 jutaan, tapi kan beda jauh dari harga jualnya," tambahnya.
Sebaiknya kita tunggu hasil akhir dari persidangan kasus ini karena dari pihak kedua pemegang merek tersebut pasti tidak akan tinggal diam mengingat hal ini berkaitan dengan uang yang tidak sedikit. Sementara di sisi lain kita berharap KPPU sebagai ujung tombak pemerintah dan satu-satunya harapan dari rakyat Indonesia tidak lemah syahwat atau gembos di tengah jalan dan tetap gigih memperjuangkan apa yang diyakini.
Lalu di mana aktivis Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang selama ini sangat kritis? semoga mereka segera muncul dan ikut berjuang, syukur-syukur kalau ikut juga memberikan data dan fakta untuk memperkuat tudingan KPPU.
Semoga!
Comments
Post a Comment